Senin, 14 Agustus 2017

Biaya Yang Masih Harus dibayar (BYMH) dan Beban Dibayar di MuKa (BDMK)

STUDI KASUS

KASUS 01

Pada tanggal 31 Desember 2016 (Akhir tutup buku), PT. Segar Makmur melakukan pencatatan atas biaya gaji karyawan sebesar Rp. 100.000, namun akan dibayar kan ke karyawan pada tanggal 01 Januari 2017. buatlah ayat jurnal per 31 Desember dan ayat jurnal penyesuaian 1 Januari 2017


KASUS 02
Pada tanggal 02 Februari 2017, PT. Segar Makmur menerima invoice atas asuransi kebakaran pabrik dengan nilai asuransi sebesar Rp. 240.000.000 dengan masa manfaat asuransi selama 2 tahun (24 Bulan). buatlah ayat jurnal pada saat pembayaran dan jurnal amortisasi setiap bulan nya 


NAH

bagi kalian yang pernah mengenyam (alah bahasanya) ilmu akuntansi baik di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi, pasti familiar dengan studi kasus di atas. STUDI KASUS diatas merupakan salah satu contoh dari ribuan banyak kasus yang berkaitan dengan materi kita pada sesi kali ini. 


YAP betul, hari ini kita akan membahas tentang Biaya Yang Masih Harus dibayar atau disingkat aja jadi "BYMH" dan Beban Dibayar di MuKa atau disingkat menjadi "BDMK".

By The Way, ada yang udah tau belum dari contoh studi kasus di atas yang mana yg termasuk studi kasus BYMH atau yang BDMK...????

OKE, dari pada banyak cincong, kita langsung bahas dulu definisi dan ayat jurnalnya, baru setelah itu saya beritahu mana yang masuk BYMH dan BDMK dari contoh kasus diatas

P.S : kalau yang udah tau, yah udah dikelarin aja baca-nya, tanggung loh udah mampir tapi nggak dibaca :p mohon koreksi nya yah ^_^

Bismillah~~~~

mungkin sebelum lanjut ke materinya, ada satu alasan kenapa dalam akun ini sangat berguna dalam pencatatan akuntansi. ini penting karna sebagai dasar kita memahami kedua akun ini.

semenjak negara api menyerang IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menerapkan pencatatan berbasis accrual yang tertuang dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan)-nya, maka secara tidak langsung pembebanan boleh di akui walaupun secara aliran uang (cash flow-out) belum di keluarkan oleh pihak entitas/perusahaan/atau apalah itu. 

Hasil gambar untuk accrual vs cash basis

intinya, perusahaan boleh mencatat beban/biaya nya walaupun belum mengeluarkan uang atas suatu transaksi. berbeda dengan pencatatan berbasis cash yang tidak mengizinkan pencatatan atas biaya apabila aliran uang nya belum keluar secara real alias nyata.

kalau ada waktu, nanti saya posting beberapa hal yang mendasar mengenai perbedaan kedua basis ini. di tunggu yah :)

oke dari BYMH aja dulu aja yah

Biaya yang masih harus dibayar disingkat BYMH (biar gampang ketik nya) adalah akun yang digunakan perusahaan untuk mencatat suatu kewajiban perusahaan yang secara real belum dibayarkan oleh perusahaan. secara pencatatan, perusahaan boleh mengakui kewajibannya walaupun dana nya belum di keluarkan.

                   "BYMH = UTANG"

secara kendudukan-nya dalam neraca, BYMH merupakan bagian dari akun hutang jangka pendek (bagian kewajiban/passiva) yang berarti secara tidak langsung menggambarkan jumlah hutang yang masih harus dibayarkan perusahaan.

contoh kongkrit nya nih dalam kejadian sehari-hari, perusahaan belum bayar tagihan internet bulan juli, dan nanti dibayarkan dibulan agustus. perusahaan boleh tuh mengakui nya sebagai biaya internet di pencatatan bulan juli walaupun dibayarnya di bulan agustus.

ayat jurnal yang digunakan dalam pencatatan BYMH adalah sebagai berikut

Akun Debet-nya    Beban ......... (Dr)                   Rp. xxxxx

Akun Kredit-nya          Biaya yang masih harus dibayar beban.... (Cr)       Rp. xxxxxx

nah dari pengertian diatas, mari kita hubungkan dengan studi kasus di atas.

untuk studi kasus diatas, yang berkaitan dengan transaksi BYMH adalah studi kasus nomor 01. mari kita hubungkan



KASUS 01

Pada tanggal 31 Desember 2016 (Akhir tutup buku), PT. Segar Makmur melakukan pencatatan atas biaya gaji karyawan sebesar Rp. 100.000, namun akan dibayar kan ke karyawan pada tanggal 01 Januari 2017. buatlah ayat jurnal per 31 Desember dan ayat jurnal penyesuaian 1 Januari 2017 

pada tanggal 31 Desember 2016, perusahaan mencatat ayat jurnalnya sebagai berikut

31/12/2016     Beban gaji karyawan Rp. 100.000 (Dr)

                                Biaya yg masih harus dibayar beban gaji karyawan Rp. 100.000 (Cr)

dari jurnal diatas kita dapat membaca, bahwa perusahaan sudah membebankan biaya gajinya sebesar Rp. 100.000 pada tanggal 31 Desember 2016. Lanjut

bagaimana dengan penyesuaiannya di tanggal 1 januari 2017 ?  berikut jurnal penyesuaiannya

01/01/2017     Biaya yg masih harus dibayar beban gaji karyawan Rp. 100.000 (Dr)

                               Kas/Bank                                                                Rp. 100.000 (Cr)

ketika melakukan penyesuaian, akun BYMH harus dibalik ke debet yang awalnya di kredit karena perusahaan telah membayarkan gaji karyawan nya secara kas (uang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh perusahaan), sehingga akun BYMH di neraca menjadi nol ("0")Akun BYMH ini harus sebisa mungkin di nol kan secepatnya di karenakan kedudukannya di neraca merupakan hutang jangka pendek.

"Nah loh, ini kan sama saja dengan akun Hutang, kenapa jurnalnya nggak beban gaji karyawan pada hutang gaji...? kan sama aja ujung-ujungnya. utang utang juta"

oke, pertanyaan diatas memang betul namun keliru ketika kita bawa ke ranah pencatatan akuntansi. berikut penjelasannya

memang betul secara logika akun BYMH sifatnya sama dengan hutang, yakni suatu kewajiban yang harus dibayarkan dan memiliki jangka waktu pembayaran. namun secara bahasa akuntansi, penggunaan kalimat hutang pada transaksi yang bersifat operasional perusahaan akan sangat keliru digunakan.

gampangnya, akun BYMH mempresentasikan segala bentuk beban yang dialami namun "belum dibayarkan" oleh perusahaan baik itu beban operasional maupun beban administrasi dan umum yang ada pada laporan laba rugi perusahaan. misal, beban listrik, beban air dan PDAM, beban Internet, dan beban hidup seorang jones beban yang berkaitan dengan operasional dan administrasi yang belum dibayarkan perusahaan.

oke, sudah mengerti sampai disini, kalau masih kurang jelas, di baca lagi ke atas yah biar mantap ilmu nya :p

lanjut ke step selanjutnya, yaitu BDMK

Biaya dibayar dimuka di singkat BDMK merupakan akun yang digunakan ketika perusahaan sudah membayar sesuatu transaksi namun masa manfaatnya belum di rasakan secara langsung oleh perusahaan. artian gampang nya, BDMK itu sama dengan Uang Muka


"BDMK = UANG MUKA"

BDMK ini sering di gunakan ketika suatu biaya mempunyai masa manfaat, sehingga dibutuhkan amortisasi atas biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan. 

wah bang, amortisasi itu apalagi..? 

amortisasi itu penyusutan.

...... (sfx : krik krik krik)

yah begitulah, nanti juga ngerti sendiri kalau sudah liat contoh soalnya.

kedudukan dalam necara, BDMK merupakan bagian dari akun ASET/AKTIVA dengan syarat nilainya MEMPUNYAI MASA MANFAAT. menariknya dalam akun BDMK ini, tiap-tiap perusahaan memiliki klasifikasi tersendiri agar dapat di sebut sebagai BDMK. 

contoh di perusahaan tempat saya bekerja, suatu biaya dapat dikatakan BDMK apabila nilai nya lebih dari satu juta rupiah dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun*. jadi apabila terdapat biaya yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun namun nilai nya kurang dari satu juta, maka tidak dapat dikatakan BDMK, begitupun sebaliknya.
(*PS : mungkin perusahaan lain memiliki klasifikasinya sendiri, CMIIW)


Ayat jurnal untuk mencatat akun BDMK ini adalah sebagai berikut

Akun Debet-nya    Biaya dibayar dimuka ......... (Dr)       Rp. xxxxx

Akun Kredit-nya                                        Kas.... (Cr)                 Rp. xxxxx

Pada saat amortisasi (penyusutan masa manfaat)

Akun Debet-nya    Biaya Penyusutan......... (Dr)               Rp. xxxxx

Akun Kredit-nya                            Biaya dibayar dimuka.... (Cr)   Rp. xxxxx

khusus untuk BDMK, karena memiliki masa manfaat, berarti sesudah kita melakukan pencatatan atas biaya yang di keluarkan, tugas kita adalah melakukan penyusutan (amortisasi) terhadap BDMK tersebut menjadi biaya, sehingga biaya yang sudah di bebankan tiap bulan sesuai dengan masa manfaat nya.  cara penyusutannya gampang, tinggal bagi saja nilai biaya yang di keluarkan dengan masa manfaat BDMK tersebut.

daripada banyak teori langsung aja kita ke studi kasus 02, cekidot

KASUS 02
Pada tanggal 02 Februari 2017, PT. Segar Makmur menerima invoice atas asuransi kebakaran pabrik dengan nilai asuransi sebesar Rp. 240.000.000 dengan masa manfaat asuransi selama 2 tahun (24 Bulan). buatlah ayat jurnal pada saat pembayaran dan jurnal amortisasi setiap bulan nya 

pada saat pembayaran, jurnal nya adalah sebagai berikut

02/02/2017  Biaya dibayar dimuka atas asuransi pabrik    Rp. 240.000.000 (Dr)

                               Kas                                                              Rp. 240.000.000 (Cr)

gampang kan jurnalnya, lanjut ke amortisasi penyusutannya

Dari studi kasus di atas, kita dapat menarik informasi bahwa masa manfaatnya selama 2 tahun atau 24 bulan. maka selama 24 bulan kita harus melakukan penurunan/penyusutan/amortisasi atas biaya asuransi yang di keluarkan.

Amortisasi BDMK = Nilai Perolehan/Masa Manfaat 

maka, Rp. 240.000.000 di bagi 24 bulan = Rp. 10.000.000

Jurnal amortisasi untuk setiap bulan (harus di jurnal tiap bulan selama 24 bulan)

02/03/2017 sampai 02/03/2019 (masa manfaat 2 tahun atau 24 Bulan

                    Biaya asuransi pabrik                                    Rp. 10.000.000 (Dr)

                               Biaya dibayar dimuka atas asuransi pabrik    Rp. 10.000.000 (Cr)

jurnal ini harus tetap di catat setiap bulan sebagai pembebanan secara berkala sama 24 bulan, karena biaya yang dikeluarkan akan di bebankan secara bertahap hingga nilai BDMK nya nanti akan "0". *sama dengan BYMH kan, ujung2nya nilainya bakalan nol juga

konklusi nya adalah, BDMK mencerminkan biaya yang dibayar di muka oleh perusahaan yang masa manfaatnya belum di rasakan oleh perusahaan, dan pembebaban biaya nya disesuaikan dengan masa manfaat suatu biaya tersebut. biasanya BDMK ini terjadi ketika terjadi pembayaran terhadap asuransi (segala jenis asuransi selain asuransi keselamatan kerja karyawan), biaya sewa kendaraan, sewa gedung pabrik, dan sewa sewa lainnya.

hmm, bagaimana...?

mudahkan...?

yang penting logika jurnalnya udah dapat, maka mau dibolak balik transaksinya pun tidak ada masalah dan cepat ketahuan mana BYMH mana BDMK. (ini nasihat loh)

DARI KEDUA AKUN INI, TERNYATA MEREKA MEMILIKI KESAMAAN LOH.

walaupun dalam penggunaan nya berbeda, namun ada hal yang menjadi kesamaan dari kedua akun ini. kesamaan dari akun ini adalah


"SAMA SAMA NILAI NYA HARUS DI NOL-KAN ALIAS HABIS"

Harus di pahami bahwa nilai dari BDMK dan BYMH harus lah ada jurnal penyesuaiannya, karna sifatnya yang hanya menjadi jurnal sementara antara akun kas di neraca dan biaya di laporan laba rugi.

yah mungkin sekian aja postingan pada kali ini

maaf kalau ada salah-salah bahasa dalam menyampaikan materi ini, saya pun masih terus belajar tentang dunia akuntansi. mohon koreksi nya apabila ada materi yg keliru atau ada informasi yang perlu di tambahkan. 

berbagi itu indah men~~~~


sayonara minna~~~~~~~~~~
Read More.. Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2011/04/membuat-read-more-otomatis-auto.html#ixzz1zS3JSlz6

Sabtu, 11 Maret 2017

YOGS, eh COGS coy

COGS (Cost Of Goods Sold)

mungkin mendengar istilah akuntansi seperti itu terasa asing di telinga kita

Tapi bagaimana kalau mendengar istilah

HPP (Harga Pokok Penjualan) 

mungin bagi sebagian besar orang-orang yang berkecimpung di dunia akuntansi tau dan sangat mengerikan bagi orang yang benci membuat laporan keuangan manufaktur familiar mendengar istilah ini.

Tiada angin, akar pun jadi tiada hujan, entah kenapa saya pengen banget membahas tentang COGS atau dalam bahasa indonesia kita lebih kenal dengan istilah HPP pada postingan kali ini.

just info saja, saya memposting ini, suasana di luar rumah lagi hujan lebat pakai banget, entah dimana letak informasi-nya, tapi yang pasti ah sudalah~~~ (pakai gaya babe cabita)


Hasil gambar untuk MANUFACTURE MIND

Bismilah

Oke, cukup intro-nya pada postingan kali ini, saya akan mencoba fokus kepada materi kita saat ini. 

karena sewaktu saya masih kuliah, hal-hal yang berhubungan dengan laporan keuangan manufaktur sangat lah saya benci dan hindari. nilai-nilai matakuliah yang berhubungan dengan manufaktur pun saya tidak pernah mendapat nilai bagus. dan entah kenapa, pada saat saya sudah bekerja, malah di hadapkan dengan laporan keuangan manufaktur, dan saya malah sangat jatuh cinta dengan dunia manufaktur, apakah ini yang nama-nya kualat


Yah, pelajaran moral dari cerita saya diatas ialah

"jangan lah kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu"#numpangcurhat

Harga Pokok Penjualan (yang selanjutnya saya akan singkat saja dengan HPP) menurut yang saya dapet di google adalah adalah biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi barang dan jasa yang dapat dihubungkan secara langsung dengan aktivitas proses yang membuat produk barang dan jasa siap jual, atau bahasa gampangnya, biaya yang keluar untuk menghasilkan produk siap jual.

oke sip, sampai sini saya anggap secara pengertian HPP udah pada paham ya, kita lanjut ke tahap selanjutnya

di buku-buku teks maupun lokal yang membahas tentang HPP ini sangat banyak, bahkan lebih lengkap. silahkan kalian kembali membaca buku-buku kalian agar lebih jelasnya, karena saya bukan dosen hanya membahas mekanisme yang saya alami dan terapkan di dunia kerja saja.

Disini saya membagi perhitungan HPP kedalam 4 tahap

Tahap Pertama : Total biaya bahan baku

Perhitungan biaya bahan baku bertujuan untuk mengukur seberapa besar pemakaian bahan baku yang di gunakan dalam satu siklus produksi. komponen-komponen perhitungan bahan baku adalah sebagai berikut

1. Persediaan Bahan Baku
2. Pembelian Bahan Baku
3. Retur Pembelian Bahan Baku
4. Biaya Ekspedisi/Muat Bahan Baku
5. Persediaan Akhir

langsung ke contoh kasus yah
  • Persediaan awal bahan baku di ketahui Rp. 10
  • Pembelian bahan baku di ketahui Rp. 20
  • Biaya angkut bahan baku sebesar Rp. 5
  • Pada saat barang di terima oleh pembeli, ternyata sebesar Rp. 10 barang rusak dan di retur ke supplier
  • Persediaan akhir di ketahui Rp. 50
oke, soalnya udah ada, berikut susunan perhitungannya



*itu cm screenshoot aja, emang lebih enak kalau buat lembar kerja itu di excel, bukan di blog :D

nah bisa kita lihat di lembar kerja pertama di ketahui, total biaya bahan baku yang terjadi berdasarkan kasus pertama adalah sebesar Rp. 5. nilai tersebut di peroleh dari

Total Biaya Bahan Baku =

Persediaan awal bahan baku + Pembelian bahan baku - Retur Pembelian bahan baku + Biaya muat bahan baku - Persediaan bahan baku

oke, sampai sini saya rasa cukup untuk tahap pertama, mudah kan. cuma tambah kurang doank kan. kita lanjut ke tahap kedua

Tahap Kedua : Biaya Tenaga Kerja (Labor Cost & Factory of Overhead)

dari bahasanya mungkin udah ada yang tau fungsinya perhitungan di tahap kedua ini. ya sudah ya, nggak usah di jelasin. capek ngetiknya. 

oh ada yang belum tau juga, yah nanti tau sendiri juga kok

sama seperti perhitungan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja di bagi menjadi 2 komponen,
1. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)
2. Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead)

langsung ke contoh kasus, cekidot
  • Diketahui, biaya gaji tenaga kerja produksi sebesar Rp. 10
  • Beli air minum untuk tenaga kerja produksi selama sebulan Rp. 2
  • Bayar listrik dan air untuk kebutuhan produksi sebulannya Rp. 3
  • Biaya lembur tenaga kerja produksi sebulan Rp 2
  • Biaya pengawas produksi sebesar Rp. 5
nah untuk mengitung biaya tenaga kerja, perlu di klarisikasi pengelompokan biaya-biaya

berdasarkan 2 komponen diatas.

komponen pertama itu Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor), merupakan biaya atas upah yang di keluarkan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan produk yang dibuat, contoh konkrit-nya gaji Buruh Pabrik. bila di kaitkan dengan kasus diatas, maka yang termasuk ke dalam komponen biaya tenaga kerja langsung adalah gaji tenaga kerja produksi sebesar Rp. 10 itu.

komponen kedua itu Biaya Overhead Pabrik, merupakan biaya-biaya yang timbul atas suatu siklus produksi namun tidak bersentuhan langsung dengan produk yang telah di buat. gampagnya, selain upah tenaga kerja langsung, semua biaya yang keluar di kategorikan biaya overhead pabrik, misal biaya air minum, listik, air dan lain-lain. 

oke sip, pasti temen-temen udah tau yang mana biayanya dari contoh kasus diatas. kita lanjut ke kertas kerja


dari kertas kerja di atas, sudah sangat jelas, untuk menghitung biaya tenaga kerja, maka kita harus menambahkan seluruh biaya yang telah di keluarkan untuk kegiatan produksi. dan total biaya tenaga kerja produksi sesuai dengan contoh kasus diatas adalah sebesar Rp. 20. oke, kita lanjut ke tahap ketiga.

TAHAP KETIGA : HARGA POKOK PRODUKSI

sebelum menghitung harga pokok produksi, kita terlebih dahulu menghitung jumlah barang WIP yang di gunakan dalam siklus produksi. 

barang WIP, barang apa lagi tuh...?

oke, WIP merupakan singkatan dari work in process atau bahasa indonesia nya "barang setengah jadi". nah dalam proses produksi, kita mengenal 3 jenis barang yang mengalami masa produksi. untuk lebih gampangnya, perhatikan diagram berikut

oke, sudah jelaskan. sengaja analogi nya pakai kue, soalnya lagi laper :D

perhitungan total biaya WIP sangat mudah. tinggal mengurangi total persediaan awal dengan persediaan akhir WIP. studi kasusnya seperti berikut

  • persediaan awal barang WIP sebesar Rp. 10
  • Persediaan akhir barang WIP sebesar Rp. 5
nggak usah pakai lembar kerja yah, langsung aja di kurangin persediaan awal barang WIP nya dengan persediaan akhir. Rp. 10 - Rp. 5 = RP. 5. Jadi total biaya barang WIP sebesar Rp. 5. kita lanjut ke perhitungan Harga Pokok Produksi

Rumus Harga Pokok Produksi adalah sebagai berikut

Total biaya bahan baku + biaya tenaga kerja (Direct Labor + Overhead) + Total barang WIP

nah dari rumus diatas kita udah bisa hitung tuh Harga Pokok Produksi nya. 
silahkan lihat kertas kerja berikut

data-nya berasal dari perhitungan-perhitungan yang sudah saya jabarkan di kertas kerja diatas, dimana
1. Total biaya bahan baku sebesar Rp. 5
2. Total biaya tenaga kerja Rp. 20
3. Total biaya WIP sebesar Rp. 5


dari kertas kerja di atas jelas, untuk menghitung harga pokok produksi tinggal menambahkan seluruh biaya-biaya yang sudah kita hitung sebelumnya, sehingga ketahuan harga pokok produksi nya berapa. oke, next ke tahap terakhir

TAHAP KE-EMPAT : HARGA POKOK PENJUALAN

Sama dengan perhitungan Harga Pokok Produksi, Perhitungan Harga Pokok Penjualan di ketahui dengan cara tinggal menambahkan Harga Pokok Produksi dengan total biaya produksi dengan total biaya barang jadi.

nah total biaya barang jadi juga sama halnya dengan perhitungan biaya barang WIP. tinggal mengurangi nilai persediaan awal barang jadi dengan persediaan akhir barang jadi. langsung aja studi kasus

  • Persediaan awal barang jadi di ketahui Rp. 50
  • Persediaan akhir barang jadi di ketahui Rp. 40
Jadi total biaya barang jadi sebesar Rp. 10 (Rp. 50 - Rp. 40)

oke, Harga Pokok Produksi udah di ketahui sebesar 70 dan total biaya barang jadi sebesar Rp. 10, maka Harga Pokok Penjualan di peroleh dengan perhitungan di kertas kerja berikut


fokus pada kertas kerja terakhir kita yah. kita perhatikan nilai Harga Pokok Penjualan. nah seperti kita lihat bahwa harga pokok penjualan yang kita peroleh dari kesemua tahap yang sudah kita lalui semua (ceileh) adalah sebesar Rp. 40.

terus, cuma gitu doank...?

apa guna nya kita ngitung HPP yang segitu panjang..?

nah disitu lah fungsi dari sebuah data, dimana data digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. dengan mengetahui HPP yang di hasilkan selama satu siklus produksi, kita sudah dapat memastikan berapa modal yang kita keluarkan untuk satu unit produk yang kita hasilkan. 

ya anggaplah yang kita bahas tadi ini adalah perusahaan kue. nah setelah di inspeksi, ternyata hasil produksi kue yang di hasilkan selama sebulan sebanyak 800 potong kue. nah dari situ kita udah bisa tebak biaya produksi per 1 potong kue nya sebesar Rp. 20 (800 potong kue di bagi dengan HPP sebesar Rp. 40).

nah jadi ketahuan kan berapa yang harus di jual oleh pemilik kue agar tidak mengalami kerugian didalam usahanya.

sebenarnya yang saya jelaskan di atas hanya contoh yang "PALING SEDERHANA" dari sebuah perhitungan HPP. ada banyak contoh kasus yang lebih kompleks dan bikin sakit kepala rumit ketimbang contoh kasus di atas.

tapi kembali dari tujuan awal saya di postingan kali ini, saya hanya menjelaskan dasar-dasar nya saja agar lebih memahami dan mengenal HPP. istilahnya postingan ini tahap PDKT kita terhadap HPP (busyet bahasa-nya).

oke sekian postingan saya kali ini, kebetulan hujan di luar sudah reda. mata udah ngantuk, waktunya menutup mata dan bermain di dunia mimpi #apaan sih

bila ada hal yang keliru atas postingan diatas, mohon berkenan memberikan koreksi, kritik, atau uang & jodoh saran, mengingat saya juga saat ini masih terus belajar dan berusaha menyederhanakan materi-materi akuntansi yang terkenal penuh kesusahan dengan logika dan analisa keuangan.

atau ada yang mau kenal atau ngasih pulsa nanya-nanya tentang materi ini bisa add akun FB saya yang ada di samping kanan.

sayonaraaa~~~~


Read More.. Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2011/04/membuat-read-more-otomatis-auto.html#ixzz1zS3JSlz6